Opini _ Teropongbarat.co,- Menjelang Pemilu 2024, baik Pemilihan Presiden (Pilpres) sampai nanti tiba Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) selalu dipenuhi dengan berbagai sudut pandang yang berbeda-beda, apalagi saatnya berkampanye tak sedikit bertempelan dan bertaburan dipinggir jalan sampai ke pelosok desa sebuah banner calon, lengkap dengan visi dan misinya, ibarat bumbu komplit.
Bahkan sering terjadi berbagai trik yang dilakukan agar calonnya memenangkan kontestasi kepemimpinan, sampai menganggap bahwa calonnya yang paling hebat,paling benar dan paling kompeten dalam menduduki kursi kekuasaan.
Namun faktanya, setelah berkuasa para politisi akan sibuk berkoalisi untuk berbagi kue kekuasaan dan meninggalkan polarisasi untuk kepentingan rakyat sesuai dengan janji-janji kampanyenya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Narasi, trik akan dimainkan untuk menikmati secangkir kopi dan kue yang telah disepakati, kongkong di cafe atau bar ekaeklusif lebih asik dinikmati daripada melihat kondisi yang terjadi.
Kebijakan demi kebijakan akan dibuat untuk mencari fee, mengatur strategi menjinakkan lawan dan berbagai kepentingan sesuai porsi kekuatan politiknya. Adapula yang berpura-pura menjadi oposisi ketika belum dapat jatah politik, jabatan atau bisnis sampai kue.
Akan bermunculan para penyanjung-penyanjung pujangga yang demi mendapatkan posisi, baru ingat suatu kata yang tertulis dalam catatan seorang aktivis Camplong Sampang ” Tekos Dalam Pudek (Teks dalam bahasa Madura), yang artinya Tikus dalam tempurung.
Mungkin inilah yang dibilang Demokrasi bagi para politisi, yang mana membuat rakyat beda pilihan dalam pemilu saja bukan untuk seterusnya.
Jika melihat faktanya, tidak ada yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat dengan kondisi yang dialami yang sedang tidak baik-baik saja. Rakyat itu cuman sebagai perioritas tambahan. Utamanya bagaimana mengelola negara atau daerah ini untuk kepentingan kekuasaan,partai dan sponsor-sponsor pemilu.
Jatah Proyek atau bisnis di bagikan kepada kawan politik dan sponsor pemilu atas nama pembangunan, serta para pujangga-pujangganya.
Demokrasi itu hanya karena rakyat dimobilisasi untuk ikut pemilu. Tetapi dalam hal kepentingan, rakyat itu hanya tambahan saja, bukan yang utama dan pertama. (Penulis : Abd.Rohman anak e reng tanih (seorang petani) Sampang)