SUBULUSSALAM | Warga Tanoh Rencong yang tersakiti Perusahaan Sawit. Muhammad Study, seorang pria paruh baya kelahiran Rimo Aceh Singkil tahun 1973, menjalani hidupnya dengan keprihatinan yang mendalam.
Sebagai seorang wartawan, ia berusaha keras mengangkat suara-suara yang terpinggirkan. Termasuk kritikanya terhadap PT Socfindo, sebuah perusahaan besar yang sudah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia. Ketulusan, keberanian yang mengalir dari hati nuraninya, ia mengunggah video di YouTube, mempertanyakan apakah pimpinan tertinggi PT Socfindo mengajarkan perilaku buruk kepada bawahannya, terutama terkait limbah yang menyebabkan genangan air dan jentik-jentik nyamuk di Kampong Limo, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil.
Namun, langkah heroiknya ini membawa dampak yang tak terduga. PT Socfindo mengadukan Muhammad Study ke Polres Aceh Singkil, menempatkannya dalam posisi yang sangat sulit. Atas pengaduan ini, polisi mengeluarkan undangan kepada Muhammad Study untuk memberikan klarifikasi. Dengan suara bergetar, ia menjelaskan bahwa tujuannya hanya untuk menghilangkan limbah di sekitar jalan demi kepentingan masyarakat. Setiap hari ia menyaksikan anak-anak balita yang bermain di sekitar genangan air limbah, termasuk seorang anak yang ibunya menjual gorengan pisang di sana, terpapar oleh bahaya yang tak terlihat.
Kasus ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Banyak yang mempertanyakan legalitas video yang diunggah oleh Muhammad Study, namun pertanyaan yang lebih mendalam tetap mengemuka: apakah upaya seorang pria paruh baya untuk membersihkan limbah yang merugikan masyarakat adalah sebuah kesalahan yang layak membuatnya dipenjara?
Dalam kesendirian dan keputusasaan, Muhammad Study merenung. Apakah ia harus berhenti menjadi wartawan? Haruskah ia menjadi seorang pria yang takut menyuarakan kebenaran karena ancaman dan tekanan? Kamera yang selama ini menjadi saksi bisu perjuangannya, haruskah ia menggantungkannya dan menyerah pada ketidakadilan?
Dengan air mata yang mengalir di pipinya yang mulai keriput, Muhammad Study menyadari bahwa impiannya untuk melihat masyarakat yang bersih dan sehat mungkin harus dibayar dengan kebebasannya. Keberanian yang dulu ia banggakan kini menjadi beban yang mengiris hatinya. Apakah dunia ini tidak membutuhkan seorang pria paruh baya yang berani bersuara demi kebenaran? Apakah hati nurani tidak lagi memiliki tempat dalam perjuangan melawan ketidakadilan?
Dalam kesunyian malam yang dingin, Muhammad Study bertanya-tanya, apakah semua ini sia-sia? Apakah perjuangannya hanya akan berakhir di balik jeruji besi, sementara limbah tetap mengalir, mengotori kehidupan orang-orang yang ia cintai? Satu hal yang pasti, semangat Muhammad Study mungkin tak pernah mati, tapi hati yang terluka ini terus mempertanyakan, sampai kapan ia harus berjuang sendirian?
Berkali-kali ia memandangi kameranya, benda yang menjadi simbol perjuangan dan harapan. Haruskah ia menggantungkan kamera itu untuk selamanya? Haruskah ia menyerah pada dunia yang tak peduli dengan suara-suara kecil yang berjuang demi kebenaran? Ketidakpastian ini menghantui setiap langkahnya, namun Muhammad Study tetap berharap, meski dalam hati yang penuh luka, bahwa suatu hari nanti, keadilan akan datang dan kebenaran akan bersinar.
Setiap malam, Muhammad Study terjaga dalam kesepian, merasakan dinginnya jeruji besi yang mengancam kebebasannya. Apakah upayanya untuk memperjuangkan kebersihan dan kesehatan masyarakat harus dibayar dengan kebebasan dan harga dirinya? Bagaimana ia bisa menerima kenyataan bahwa dunia ini begitu kejam terhadap mereka yang berani menyuarakan kebenaran?
Muhammad Study tidak pernah mengatakan bahwa limbah berupa genangan air atau sampah-sampah itu milik siapa. Dia hanya prihatin bahwa sampah itu ada di sekitar pabrik kelapa sawit PT Socfindo Kebun Raya Butar di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Muhammad Study tidak pernah menuduh bahwa pimpinan tertinggi dari PT Socfindo telah mengajarkan perilaku yang mungkin tidak baik kepada para bawahannya. Ia hanya mempertanyakan ……..
Apakah hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang mungkin diajarkan oleh pimpinan tertinggi dari PT Socfindo kepada para bawaannya sehingga genangan air disertai sampah yang susah terurai oleh alam tersebut tetap menjadi pemandangan yang tidak enak di mata masyarakat Kabupaten Aceh Singkil ?
Muhammad Study tidak pernah berpikir bahwa dia menyalahkan siapapun dalam hal ini. Hanya saja ia berpikir, apakah salah jika sampah itu kita bersihkan? Apakah salah jika limbah itu kita bersihkan? Karena ini menyangkut kehidupan banyak orang, menyangkut kesehatan banyak orang, terutama kesehatan anak-anak balita, dan keberpihakan pada kepedulian lingkungan.
Inilah narasi dari link channel YouTube
terkait berita Muhammad Study dalam youtubernya.
Genangan air disertai sampah yang sulit terurai oleh alam di sekitar perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Kebun Lae Butar, Kabupaten Aceh Singkil, jelas mengganggu kesehatan warga di sekitar pabrik kelapa sawit PT. Socfindo Aceh Singkil.
Apakah hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang mungkin diajarkan oleh pimpinan tertinggi dari PT Socfindo kepada para bawaannya sehingga genangan air disertai sampah yang susah terurai oleh alam tersebut tetap menjadi pemandangan yang tidak enak di mata masyarakat Kabupaten Aceh Singkil?
Jika PT Socfindo Kebun Lae Butar lalai, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, dalam mengelola genangan air di lingkungan masyarakat, maka perusahaan tersebut berisiko menghadapi sanksi serius, termasuk pencabutan izin usaha. Berikut adalah kaitannya dengan peraturan yang berlaku:
1. *Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup*:
– *Pasal 69 ayat (1)*: Melarang perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Lalai dalam mengelola genangan air dapat dianggap sebagai bentuk pencemaran lingkungan yang berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.
– *Pasal 71*: Mengharuskan pengelolaan limbah yang baik. Jika PT Socfindo gagal mengelola air yang tergenang dan menyebabkan dampak kesehatan, mereka melanggar kewajiban ini.
2. *Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan*:
– *Pasal 68 dan Pasal 69*: Menegaskan kewajiban pelaku usaha perkebunan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mengelola lingkungan sesuai standar pemerintah. Lalai dalam mengelola genangan air dapat dianggap melanggar kewajiban ini, yang dapat berujung pada sanksi administratif.
3. *Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan*:
– *Pasal 51*: Menyatakan bahwa kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan wajib memiliki izin lingkungan. Pelanggaran terhadap persyaratan ini dapat mengakibatkan izin lingkungan perusahaan tidak diperpanjang atau dicabut.
4. *Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL*:
– *Pasal 3*: Menegaskan bahwa kegiatan perkebunan wajib memiliki AMDAL yang mencakup rencana pengelolaan lingkungan. Kegagalan dalam mengelola genangan air sesuai dengan AMDAL dapat menyebabkan pencabutan izin usaha.
Jika PT Socfindo tidak mematuhi undang-undang dan peraturan tersebut dan mengabaikan pengelolaan genangan air, pemerintah memiliki wewenang untuk:
– Tidak memperpanjang izin usaha mereka.
– Mencabut izin yang sudah diberikan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi PT Socfindo untuk memperhatikan dan membersihkan genangan air di lingkungan masyarakat sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat tetapi juga memastikan kelangsungan operasional perusahaan.
Semua pertanyaan ini menghantui pikiran Muhammad Study, menjadikannya lebih dari sekadar seorang wartawan—ia adalah simbol dari perjuangan yang tak kenal lelah, meski harus menghadapi ancaman penjara yang mengerikan. Setiap air mata yang jatuh adalah tanda dari hatinya yang hancur, namun semangatnya tetap membara, menanti keadilan yang mungkin suatu hari akan datang.//) Anton Tinendung**