Foto: Prof. Darni M Daud (kanan) dan Prof. T. B. Massa Ja’far (kiri)
JAKARTA – Pertemuan yang cukup dinanti terjadi pada Selasa, 20 Agustus 2024 di Jakarta, ketika dua tokoh akademisi asal Aceh, Prof. Darni M Daud dan Prof. T. B. Massa Ja’far, berjabat tangan dalam sebuah diskusi hangat. Keduanya memiliki latar belakang daerah yang berbeda—Prof. Darni dari Pidie dan Prof. T. B. Massa Ja’far dari Aceh Timur—namun pertemuan tersebut berlangsung dalam semangat persatuan dan keinginan untuk membahas masa depan Aceh pasca putusan penting dari Mahkamah Konstitusi (MK).
Prof. Darni M Daud, mantan Rektor Universitas Syiah Kuala yang dikenal sebagai salah satu tokoh pendidikan terkemuka di Aceh, dan Prof. T. B. Massa Ja’far, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta, berbincang mengenai berbagai kemungkinan yang terbuka setelah putusan MK terbaru yang mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Putusan ini dipandang sebagai angin segar bagi Darni M Daud yang berencana maju dalam Pilkada Aceh 2024.
Dalam putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024, yang dibacakan pada Selasa (20/8/2024) di Gedung MK, Jakarta Pusat, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada sebagai inkonstitusional. Keputusan ini menurunkan ambang batas syarat pencalonan gubernur di Aceh dari 10 persen menjadi 7,5 persen, membuka peluang lebih besar bagi calon-calon potensial yang sebelumnya terkendala oleh aturan tersebut.
Fajarul, seorang pengamat politik yang mengikuti perkembangan ini, menyatakan bahwa berkat putusan MK ini, ada sejumlah partai yang kini dapat memberikan dukungan kepada Darni M Daud untuk maju dalam Pilkada Aceh 2024. “Keputusan ini membuka jalan yang lebih luas, dan kini Prof. Darni M Daud memiliki peluang yang signifikan untuk mendapatkan dukungan dari partai-partai nasional maupun lokal di Aceh,” ujarnya.
Menurut Fajarul, gabungan Partai Nasional yang non-parlemen di Provinsi Aceh kini telah cukup untuk mendukung pencalonan Darni M Daud. “Alhamdulillah, kami telah melihat antusiasme dari beberapa partai untuk berkoalisi dan mendukung Prof. Darni dalam perjalanannya menuju kursi gubernur Aceh,” tambahnya.
Pertemuan antara Prof. Darni M Daud dan Prof. T. B. Massa Ja’far juga menandakan adanya kesepahaman antara dua tokoh ini mengenai arah masa depan Aceh. Keduanya sepakat bahwa Aceh membutuhkan pemimpin yang mampu memadukan visi modern dengan nilai-nilai tradisional Aceh untuk membawa perubahan yang signifikan bagi masyarakat.
“Pertemuan ini bukan hanya sekadar pertemuan antara dua akademisi, tetapi juga sebagai simbol bahwa putra-putra Aceh, meski berbeda latar belakang, bisa bersatu demi kemajuan daerahnya,” ungkap salah satu sumber yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Prof. T. B. Massa Ja’far, yang juga dikenal memiliki pengaruh signifikan di tingkat nasional, menyatakan dukungannya terhadap pencalonan Prof. Darni M Daud. Ia menilai bahwa Darni adalah sosok yang tepat untuk memimpin Aceh ke arah yang lebih baik, terutama dalam situasi politik yang penuh tantangan seperti sekarang.
“Prof. Darni memiliki rekam jejak yang luar biasa di bidang pendidikan dan kepemimpinan. Saya yakin beliau mampu membawa Aceh keluar dari berbagai permasalahan yang ada dan menciptakan kemajuan yang berkelanjutan,” kata Prof. T. B. Massa Ja’far.
Pertemuan ini menambah keyakinan banyak pihak bahwa langkah Darni M Daud untuk maju dalam Pilkada Aceh 2024 akan semakin solid. Dukungan dari berbagai partai politik serta tokoh-tokoh berpengaruh di Aceh dan nasional menjadi modal penting bagi Darni dalam menghadapi pertarungan politik yang akan datang.
Dengan dukungan koalisi besar dan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat Aceh, langkah Darni M Daud untuk memimpin Aceh kini semakin nyata. Banyak yang berharap, jika terpilih, Darni dapat membawa perubahan yang positif dan memberikan solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi Aceh saat ini.
Pertemuan antara dua profesor ini juga diharapkan dapat memperkuat hubungan antara wilayah-wilayah di Aceh, mengingat perbedaan latar belakang mereka dari Pidie dan Aceh Timur. Kesatuan ini penting dalam menghadapi tantangan politik dan sosial di masa depan, demi kesejahteraan seluruh rakyat Aceh.