Foto: Illiza Sa’aduddin Djamal dalam ruang rapat baleg DPR RI.
BANDA ACEH – Saiful Mulki, Ketua Forum Aceh Bersatu, menyatakan kekecewaannya terhadap Illiza Sa’aduddin Djamal, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang mendukung perubahan Undang-Undang tentang perubahan Keempat Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Yang digelar diruang rapat Baleg, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Menurut Saiful, dukungan Illiza terhadap perubahan undang-undang ini menunjukkan sikap yang tidak sejalan dengan harapan masyarakat Aceh. Ia menilai perubahan ini dapat merugikan proses demokrasi dan transparansi dalam pemilihan kepala daerah, yang selama ini menjadi perhatian utama bagi masyarakat Aceh.
Kekecewaan Saiful Mulki semakin dalam ketika Illiza secara resmi menyatakan dukungan fraksinya dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama pemerintah. Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, serta Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang membahas tentang revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 terkait pemilihan kepala daerah.
“Ini adalah langkah yang signifikan dalam proses legislasi di Indonesia, tetapi sangat disayangkan karena tidak mempertimbangkan aspirasi rakyat Aceh,” ujar Saiful Mulki. Ia menambahkan bahwa perubahan ini berpotensi memperburuk masalah yang ada, termasuk mengurangi keadilan dan keterbukaan dalam pemilihan kepala daerah.
Dalam rapat tersebut, Illiza menyatakan, “Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyetujui RUU tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 untuk disahkan sebagai undang-undang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.” Pernyataan ini, menurut Saiful, mencerminkan ketidakpekaan terhadap kondisi politik lokal di Aceh.
Saiful Mulki menegaskan bahwa keputusan Illiza dan fraksinya mendukung RUU Pilkada tersebut mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan demokrasi yang selama ini diharapkan oleh masyarakat Aceh. “Keputusan ini akan menguntungkan pihak tertentu dan mengesampingkan kepentingan masyarakat luas,” tegasnya.
Tidak hanya Forum Aceh Bersatu, beberapa elemen masyarakat dan mahasiswa di Aceh juga menyuarakan penolakan terhadap RUU Pilkada ini. Demonstrasi yang digelar oleh mahasiswa di beberapa kota besar di Aceh mencerminkan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap keputusan tersebut.
“Kami menolak RUU Pilkada ini karena tidak berpihak kepada rakyat. Proses pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara adil dan transparan,” ujar salah satu mahasiswa yang ikut dalam aksi unjuk rasa. Mereka menilai, jika perubahan ini diterapkan, maka legitimasi pemilihan kepala daerah di Aceh akan dipertanyakan.
Saiful Mulki berharap, meskipun undang-undang ini telah didukung oleh beberapa fraksi di DPR, suara masyarakat Aceh tetap didengar. “Kami akan terus memperjuangkan agar regulasi ini tidak merugikan masyarakat Aceh. Proses demokrasi harus tetap dijaga dan dihormati,” pungkasnya.