BANDA ACEH – Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan terkait perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang berkaitan dengan ambang batas pengusulan calon dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Putusan ini menjadi sorotan tajam, terutama karena implikasinya yang dianggap akan mempengaruhi dinamika politik di seluruh Indonesia, termasuk Aceh. Keputusan MK tersebut mengatur ambang batas pengusulan calon yang bisa diajukan oleh partai politik, baik yang memiliki kursi di parlemen maupun yang tidak.
Merespon keputusan tersebut, Fajarul, seorang pemuda milenial Aceh, turut angkat bicara. Menurutnya, putusan MK ini juga berlaku untuk Aceh, meskipun provinsi ini memiliki kekhususan tersendiri yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). “Keputusan MK mengenai ambang batas dan batas usia calon dalam Pemilihan Kepala Daerah juga berlaku untuk Aceh,” tegas Fajarul, yang merupakan alumni Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (USK).
Fajarul menjelaskan bahwa dalam konteks kekhususan Aceh, penting untuk melihat hakikat dan substansi yang diatur oleh undang-undang yang relevan. Meskipun Aceh memiliki undang-undang khusus, yakni UUPA, yang mengatur banyak aspek pemerintahan di provinsi tersebut, Pilkada tetap diatur oleh undang-undang yang lebih spesifik, yakni undang-undang Pilkada. “Dalam hal Pilkada, benar bahwa Aceh memiliki kekhususan yang diatur dalam UUPA, tetapi kita harus melihat secara sektoral undang-undang yang khusus mengatur tentang Pilkada. Jadi lex specialist itu ada di undang-undang Pilkada,” tambah Fajarul.
Meskipun Aceh memiliki status khusus, Fajarul mendesak agar putusan MK ini juga diberlakukan di Aceh. Ia berpendapat bahwa mengikuti putusan ini akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi keseimbangan politik dan demokrasi di Aceh. “Putusan MK ini merupakan langkah maju dalam upaya menciptakan kesetaraan dalam proses politik. Dengan aturan baru ini, partai politik yang belum memiliki kursi di parlemen diberi kesempatan yang lebih besar untuk mengusulkan calon, sehingga tidak ada lagi dominasi oleh partai besar yang sudah mapan di parlemen,” ujarnya.
Menurut Fajarul, penerapan putusan MK ini di Aceh akan membantu memecah monopoli politik yang selama ini dipegang oleh partai-partai besar. “Dengan adanya aturan ini, partai-partai yang baru berdiri atau belum memiliki representasi di DPR Aceh dapat turut serta dalam Pilkada, memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat dan mendorong partisipasi politik yang lebih luas,” kata Fajarul.
Ia juga menekankan bahwa keputusan ini sejalan dengan semangat reformasi yang menginginkan pemerataan dalam akses politik. “Putusan ini adalah wujud nyata dari demokrasi yang inklusif, di mana semua partai, besar atau kecil, punya hak yang sama dalam mengajukan calon kepala daerah,” tambahnya. Ini diharapkan akan mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin baru yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, bukan hanya kepentingan segelintir elit politik.
Fajarul percaya bahwa dampak positif dari keputusan ini akan terasa dalam jangka panjang. “Jika diimplementasikan dengan baik, keputusan ini akan memperkuat demokrasi di Aceh, menjadikan proses pemilihan kepala daerah lebih kompetitif dan berintegritas,” ujarnya. Ia juga menyoroti bahwa dengan adanya partisipasi lebih banyak partai, akan ada lebih banyak ide dan program yang ditawarkan kepada masyarakat, yang pada akhirnya akan menguntungkan rakyat Aceh.
Namun, Fajarul juga mengingatkan bahwa penerapan keputusan ini harus diawasi dengan ketat agar tidak disalahgunakan. “Pemerintah Aceh dan KIP harus memastikan bahwa keputusan ini diterapkan secara adil dan tidak ada manipulasi yang menguntungkan pihak tertentu. Semua partai harus diberi kesempatan yang sama untuk berkompetisi secara sehat,” tegasnya.
Di sisi lain, ia berharap partai-partai politik di Aceh segera menyesuaikan strategi mereka dengan keputusan ini. “Partai-partai di Aceh harus mulai menyiapkan kader-kader terbaik mereka, baik yang sudah duduk di parlemen maupun yang belum, agar bisa bersaing dalam Pilkada yang akan datang. Ini adalah momentum bagi partai-partai kecil untuk membuktikan kapasitas mereka,” tutup Fajarul, menandaskan bahwa putusan MK ini bisa menjadi angin segar bagi perubahan politik di Aceh.