Subulussalam, teropongbarat.co. 09/06/23. Peran Badan Perencana daerah(Bapeda) kota Subulussalam menjadi sebuah acuan, sekaligus sebuah tantangan dalam meloloskan POKIR atau menambah dan mengurangi Pokok Pokok Pikiran para Legeslatif DPRK Subulussalam yang sering disebut mereka “Anggaran ASPIRASI.”
Bapedda menjadi ujung tombak sebuah perencanaan Kepala daerah dalam menetapkan Politik anggarannya. perencanaan POKIR bisa diawal, ditengah atau dimenit menit akhir yang pada akhirnya berusaha melanggar TOR. Atau mekanisme sebuah perencanaan di Bapeda itu sendiri. Seperti melewati musrembang, dan lain lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Walikota Subulussalam Affan Alfian memerlukan Kepala Badan Perencanaan yang dapat secara jernih, berpihak pada kebutuhan mendesak pemerintahannya, dengan tidak mengabaikan kepentingan masyarakat sehingga mengakibatkan daerah itu Bangkrut. Alias lebih besar pasak daripada tiang. Defisit anggaran Kota Subulussalam yang melewati ambang batas toleransi membuat keseimbangan pembangunan daerah menjadi timpang.
Sementara arah Dana Aspirasi atau dianggap POKIR DPRK Subulussalam hanya sebagai penyeimbang yang belum tentu matang direncanakan, dan benar benar aspirasi yang diharapkan masyarakat kota Subulussalam. POKIR DPRK akhirnya hanya membuat Legeslatif itu, tidak mampu lagi melakukan pengawasan yang melekat sebagaimana Tugas Pokoknya Legeslasi, baggeting dan pengawasan pada pemerintahan secara Proporsional yang berpihak pada masyarakat.
Jalan berpikir Para politisi cenderung hanya berharap mempersiapkan kepentingannya baik secara Finansial maupun keberpihakannya yang akan mengarah ke Kepentingan Politik sesaat. POKIR hanyalah sebuah kesepakatan dan Penyanderaan Hak Hak Dasar DPRK itu sendiri.
Sebagai kepala daerah kota Subulussalam salah satu daerah termiskin di Aceh ini, sebaiknya lebih Jeli untuk menetapkan Badan Perencana daerah yang menguntungkan secara kelembagaan dan tidak mengambil keuntungan dari penerapan Politik Anggaran kepala daerahnya.
APH (aparat penegak hukum) apabila benar- benar mau dan mampu mengusut Tipikor diawali dari langkah langkah penerapan POKIR dan perencanaan dari Bapedda Kota Subulussalam.
Aparat penegak hukum harusnya TEGAK lurus saat melakukan Investigasi atau SIDIK nya. Seperti dugaan penggelapan anggaran Pajak Kendaraan di SKPK, dugaan penggelembungan anggaran untuk kegiatan POKIR legeslatif ditahun 2021-2022 yang lalu. Serta membengkaknya anggaran Makan-Minum di Bapedda Senilai Satu Miliar ditahun 2022. Belum lagi membengkaknya anggaran SPPD di Dinas Inspektorat yang mencapai 1 Miliar itu. Anggaran Makan- Minum dan anggaran Perjalanan Dinas Inspektorat tidak berbanding lurus dengan kegiatan di SKPK lainnya. Ada apa dengan kedua SKPK lingkungan pemerintah Kota Subulussalam ini?
Menjadi acuan LHP BPKP kota Subulussalam tahun 2021 dan 2022 dapat sebagai pembanding Kacamata kearah dugaan tingginya tingkat Resiko TIPIKOR(tindak pidana korupsi) dikota Subulussalam. Harusnya disadari Opini WTP(Wajar tanpa Pengecualian) dari BPK Aceh tidaklah menjamin kepala daerah, SKPK itu, tidak melakukan tindakan Korupsi. Menelisik Terbukti 10 Kepala daerah di Indonesia penerima Opini WTP dari BPK menjadi tersangka Korupsi di KPK atau Komisi Anti Rasuah tersebut.. //TOR@A.
A.Tinendung
Penulis Opini
New Jurnalism