Banda Aceh – Misteri terkait aktor yang bermain dalam penambahan alokasi anggaran Pokir DPRA dari Rp 1,2 T seakan semakin menunjukkan titik terang. Hal ini tercermin dengan adanya surat dari Sekda Aceh sebagai Ketua TAPA kepada SKPA/Biro di Pemerintahaan Aceh yang melarang adanya rasionalisasi anggaran untuk kegiatan pokok pikiran (Pokir).
Di dalam surat Sekretariat Daerah Aceh yang ditujukan kepada Kepala SKPA/Biro dalam Lingkungan Pemerintah Aceh nomor : 900.1.1/1071 tanggal 25 Januari 2024 perihal tindak lanjut hasil evaluasi RAPBA T.A. 2024. Di dalam surat yang ditandatangani langsung Sekda Aceh Bustami Hamzah tersebut pada nomor 2 huruf poin (5) memuat bahwa rasionalisasi anggaran tidak dapat dilakukan terhadap kegiatan/sub kegiatan yang menggunakan sumber dana terikat (DAU yang ditentukan penggunaannya, insentif fiskal, DBH Sawit, DBH CHT, DBH DR, dan Hibah) dan kegiatan pokok-pokok pikiran.
“Ini jelas-jelas menunjukkan bahwa ada upaya tertentu dari Sekda Aceh sebagai Ketua TAPA untuk mengamankan penambahan anggaran Pokir Dewan yang awalnya hanya sekitar Rp 400 milyar menjadi Rp 1,2 Triliun. Kalau untuk kegiatan yang sumber dana nya terikat seperti DAU, insentif fiskal dan DBH mungkin sangat wajar karena memang peruntukan/penggunaannya juknisnya sudah ada dan berlaku secara nasional. Namun, kenapa Sekda Aceh justru meminta agar kegiatan Pokok Pikiran tidak boleh dilakukan rasionalisasi anggaran, ada apa dibalik semua ini,” ungkap Ketua DPW Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi(Alamp Aksi), Mahmud Padang kepada media, Jum’at 9 Februari 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia menegaskan jangan sampai skema kejadian penumpang gelap dan anggaran siluman berkode apendiks yang sempat terjadi pada APBA tahun anggaran 2021 lalu malah justru kembali terulang di APBA tahun anggaran 2024, walaupun tak lagi menggunakannya kode appendiks(AP).
Apalagi, kata Mahmud, jika kita melihat ke belakang, Sekda Aceh Bustami Hamzah cs juga bagian yang dikait-kaitkan dewngan munculnya anggaran siluman berkode Apendiks dalam APBA 2021 silam.
“Jika dulu anggaran silumannya berkode appendiks, bisa saja kali ini berkode tambahan pokok pikiran (pokir) atau lainnya. Karena ada indikasi penambahan Pokir dari semulanya Rp 400 M menjadi Rp 1,2 T, sehingga potensi adanya penumpang gelap dalam Pokir 2024 itu mencapai Rp 800 M. Lalu kenapa Sekda Aceh justru melarang adanya rasionalisasi anggaran Pokir? Sehingga sangat wajar jika publik Aceh menilai Sekda Aceh sebagai Ketua Tim TAPA juga terlibat dalam skenario penambahan Pokir Siluman ini,” bebernya.
Alamp Aksi juga meminta agar lembaga anti rasuah KPK tidak ragu-ragu untuk mengusut aktor-aktor dibelakang penambahan pokir Siluman dalam APBA 2024 ini. “Apakah benar itu Pokir DPRA atau malah bisa saja DPRA secara keseluruhan tidak terlibat dan tidak tahu, tapi hanya dilakukan oknum DPRA dan TAPA untuk memuluskan misinya dalam menyedot APBA. Kita berharap KPK turun tangan dan mengusut tuntas aktor dibalik wacana jahat yang merugikan rakyat ini,”tegasnya.
Lanjut Mahmud, jika anggaran siluman berkode Apendiks (AP) pada tahun 2021 lalu itu mencapai Rp 250 miliar, anggaran siluman tambahan pokir tahun 2024 jumlahnya lebih fantastis mencapai sekitar Rp 800 Milyar. Lantas kenapa ketua TAPA yang notabenenya sekda Aceh justru tak memperbolehkan adanya rasionalisasi anggaran Pokir.
“Ini mengindikasikan adanya potensi kejahatan terstruktur dalam penganggaran di Aceh. Hal ini tidak bisa dibiarkan. Kita harapkan KPK segera membongkar dan mengusut tuntas persoalan ini dan meminta Mendagri untuk tidak mengabulkan penambahan Pokir DPRA serta merasioalisasikan anggaran Pokir yang sebelumnya sudah dialokasikan sebesar Rp 400 M lebih sesuai peraturan perundang-undangan. Kita berharap jangan sampai ada alokasi anggaran siluman seperti “Appendiks Jilid II” dalam APBA 2024 ini,” pungkasnya.