*POLITISI JADI PROFESOR:* *Demi Gengsi atau Kontribusi*?

TB JAMBI

- Redaksi

Rabu, 24 Juli 2024 - 06:48 WIB

40129 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Bahren Nurdin
_(Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik – Tinggal di Australia)_

Akhir-akhir ini, kita menyaksikan fenomena menarik di dunia akademik Indonesia. Bukan lagi hanya para akademisi yang mengejar gelar profesor, tetapi juga banyak tokoh non-akademisi, terutama para politisi, yang berlomba-lomba mengajukan diri untuk menyandang gelar tertinggi di dunia pendidikan tinggi ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Fenomena ini tentu memunculkan pertanyaan: Apa sebenarnya yang mereka cari dari gelar profesor?

Undang-undang telah mengatur dengan jelas syarat dan ketentuan untuk menjadi guru besar atau profesor. Gelar ini pada hakikatnya diperuntukkan bagi kalangan akademisi yang telah menunjukkan dedikasi dan kontribusi signifikan dalam bidang keilmuan mereka.

Lantas, mengapa saat ini banyak non-akademisi, khususnya politisi, berambisi untuk meraih gelar ini?

Mungkinkah ini hanya soal gengsi? Memang, gelar profesor masih dipandang sebagai simbol prestise tertinggi di masyarakat kita. Namun, bukankah esensi dari gelar profesor sesungguhnya bukan terletak pada gelarnya, melainkan pada kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat?

Ketika seorang politisi atau tokoh publik non-akademisi menyandang gelar profesor, pertanyaannya kemudian adalah: lalu apa? Apakah mereka akan menggunakan gelar tersebut untuk memperdalam kajian akademis dalam bidang keahlian mereka? Atau justru gelar itu hanya akan menjadi hiasan semata, tanpa memberikan dampak berarti bagi kemajuan ilmu pengetahuan?

Baca Juga :  Sebagai Antisipasi Tindak Pidana 3C, Kapolsek Kawasan Pelabuhan Laut Tano Gelar KRYD

Kita perlu memahami bahwa gelar profesor bukan sekadar pencapaian pribadi. Ia membawa tanggung jawab besar untuk terus berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, melakukan riset-riset inovatif, dan membimbing generasi penerus.

Jika gelar ini diberikan kepada mereka yang tidak memiliki latar belakang atau komitmen dalam dunia akademik, bukankah ini justru akan mengikis makna sejati dari gelar profesor itu sendiri?

Lebih jauh lagi, fenomena ini bisa jadi mencerminkan kondisi masyarakat kita yang masih terjebak dalam “budaya gelar”.

Kita seringkali lebih mengagumi gelar daripada substansi dan kontribusi nyata seseorang. Padahal, sejatinya, nilai seseorang tidak diukur dari gelar yang disandangnya, melainkan dari manfaat yang ia berikan kepada masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Bagi para politisi atau tokoh publik yang mengejar gelar profesor, mungkin ada baiknya untuk merefleksikan kembali motivasi mereka. Apakah gelar itu akan digunakan untuk memberikan sumbangsih nyata dalam dunia akademik? Atau hanya sekadar menambah daftar prestasi pribadi?

Baca Juga :  Progres Pengerjaan Sumur Bor Program TNI Manunggal Air Wilayah Kodim 1426 Takalar Capai 80 Persen

Jika memang ada keinginan tulus untuk berkontribusi dalam dunia akademik, mengapa tidak fokus pada penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan terlebih dahulu, baru kemudian gelar akan mengikuti sebagai konsekuensi alami dari dedikasi tersebut?

Kita perlu mengembalikan makna sejati dari gelar profesor. Ia bukan sekadar simbol status atau alat untuk meningkatkan elektabilitas politik. Profesor adalah mereka yang dedikasi hidupnya tercurah untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan pencerahan masyarakat. Mereka adalah sosok yang tidak hanya brilian dalam teori, tetapi juga mampu mengaplikasikan keilmuannya untuk memecahkan masalah-masalah nyata di masyarakat.

Akhirnya, mohon dicatat, sudah saatnya kita lebih menghargai kontribusi nyata daripada sekadar gelar. Mari kita dorong para tokoh publik, termasuk politisi, untuk berkontribusi dalam bidang keahlian mereka tanpa harus terobsesi dengan gelar akademis tertinggi (walaupun tidak ada salahnya).

Yakinlah, pada akhirnya yang akan dikenang oleh sejarah bukanlah gelar yang disandang, melainkan jejak nyata yang ditinggalkan untuk kemajuan bangsa dan peradaban. Semoga.

Berita Terkait

PDIP Batu Bara Rakercabsus Pemantapan Pemenangan Edy-Hasan dan Zahir-Aslam
Cagubsu/Wagubsu Edy – Hasan dan Cabup/Cawabup Batu Bara Zahir – Aslam Peragakan Cara Mencoblos yang Benar
Koramil 1426-06/Mapsu Kodim 1426 Takalar Bersama Warga Kerja Bakti Bersihkan Saluran Air  
Menjelang Pilkada Serentak Babinsa Jajaran Kodim 1426 Takalar Rutin Komsos Dengan Warga Binaan
Calon Wakil Bupati Batu Bara Aslam Rayuda, Ikut Kaji Makrifat, Bersilaturahmi Dengan Ustad Ahmad Kai dan Ustad Zulkifli
6 Ranting PP Air Putih Deklarasi Menangkan Paslon Bupati Zahir-Aslam
Pjs. Gubernur Sudirman: Dialog Kerukunan Antar Umat Beragama Sangat Pentin
Kembali Jabat Ketua MABMI Batu Bara, Syafi’i Nyatakan Siap Menangkan Zahir-Aslam dan Edy-Hasan

Berita Terkait

Minggu, 27 Oktober 2024 - 17:02 WIB

PDIP Batu Bara Rakercabsus Pemantapan Pemenangan Edy-Hasan dan Zahir-Aslam

Minggu, 27 Oktober 2024 - 16:37 WIB

Cagubsu/Wagubsu Edy – Hasan dan Cabup/Cawabup Batu Bara Zahir – Aslam Peragakan Cara Mencoblos yang Benar

Minggu, 27 Oktober 2024 - 15:38 WIB

Koramil 1426-06/Mapsu Kodim 1426 Takalar Bersama Warga Kerja Bakti Bersihkan Saluran Air  

Minggu, 27 Oktober 2024 - 00:57 WIB

Calon Wakil Bupati Batu Bara Aslam Rayuda, Ikut Kaji Makrifat, Bersilaturahmi Dengan Ustad Ahmad Kai dan Ustad Zulkifli

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 23:43 WIB

6 Ranting PP Air Putih Deklarasi Menangkan Paslon Bupati Zahir-Aslam

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 23:30 WIB

Pjs. Gubernur Sudirman: Dialog Kerukunan Antar Umat Beragama Sangat Pentin

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 15:21 WIB

Kembali Jabat Ketua MABMI Batu Bara, Syafi’i Nyatakan Siap Menangkan Zahir-Aslam dan Edy-Hasan

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 09:38 WIB

Kepala Dusun Desa BanyuUrip Mencoba Intervensi Wartawan Terkait Kasus Pemerkosaan Yang Sedang Viral

Berita Terbaru