Magetan – Teropong Barat | Sepekan berada di Pesantren Al Fatah Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, banyak pengalaman yang kudapat ( Darwis Sinulingga Ketua PWI Langkat)
Salah satunya,merasakan ” berkah” nya tinggal dikawasan Pesantren Temboro yang berjuluk ” Kampung Arab” tersebut (27/7/2024)
Dan yang membuat aku kagum juga pasar tradisionalnya sangat bersih. Tak ada ditemukan tumpukan sampah yang busuk.
Sampah- sampah dimasukkan kedalam karung dan diikat sehingga tak mengeluarkan aroma tidak sedap.
Tak ada air yang mengalir diselokan pasar,semuanya terlihat rapi dan bersih. Karena itu pedagang kaki lima tak canggung meletakkan barang daganganya.
Begitu juga dengan transaksi jual belinya,semuanya serba islami,tidak mahal dan tak ada yang mengurangi berat timbangan.
Harga kebutuhan baik sandang maupun pangan semuanya disesuaikan alias meringankan isi kantong. Tak heran, senyum sumringah saat tawar menawar diwarnai candaan terasa akrab.
Oh,ya. Satu lagi,setiap kita masuk berbelanja ke Mini Market atau Toko,jangan lupa buka sendal atau sepatu,ini sudah menjadi aturan. Dan berlaku bagi siapa saja.
Meski disibukkan dengan jual beli dipasar,tapi setiap kali masuk waktu Sholat,baik Zuhur,Ashar,Magrib maupun Isya,tak ada satupun pedagang yang berniaga,semuanya langsung menutup kedai ataupun Tokonya.
Transaksi jual beli dihentikan bila Azan telah berkumandang. Kumandang Azan yang sahut menyahut diikuti dengan hilir mudiknya santri dan warga mendatangi Masjid- Masjid terdekat.
Tak ada Masjid yang sepi setiap waktu Sholat,begitulah aktifitas disini. Setiap harinya diisi dengan kegiatan keagamaan.
Boleh dikatakan,masyarakat di Temboro lebih disibukkan dengan urusan tuhan ketimbang urusan mencari kekayaan (duniawi).
Semua peraturan di Temboro dibuat oleh Desa dan Kia. Misalnya,angkutan becak bermotor disini penumpangnya dibatasi. Dan yang membuat aturan tersebut adalah Kiyai.
Tidak boleh lebih dari tiga orang penumpang dalam satu becak bermotor,dan tarif perorangnya Rp.5000 rupiah.
Dan jangan heran kalau disini selalu ada penumpang ” Gelap”. Penumpang gelap yang dimaksud bukanlah penumpang yang cuma numpang doang tak membayar ongkos,tapi penumpang yang mengenakan busana gelap alias cadar hitam.
Mengutip dari berbagai sumber, Pondok Pesantren (Ponpes) Al Fatah di Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan atau biasa disebut Pesantren Temboro ini merupakan pusat pengembangan ideologi Jamaah Tabligh terbesar se-Asia Tenggara.
Pesantren ini menempati lokasi seluas 50 hektar. Bangunan ponpes menyebar di tiga lokasi yang mendominasi wilayah Desa Temboro, yakni Pondok Pusat, Pondok Utara, dan Trangkil Darussalaam yang sebagian besar merupakan pondok putri.
Saking luas wilayah dan besarnya pengaruh agama pada kehidupan keseharian warga di temboro menjadikan wilayah ini dijuluki sebagai Kampung Madinah.
Sebanyak 50 persen lebih warga di Kampung Madinah merupakan pendatang, sisanya warga asli Desa Temboro.
Ponpes memiliki kurang lebih 27 ribu santri. Dari jumlah tersebut, sekitar 980 santri berasal dari luar negeri, yang kebanyakan dari negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Brunei, dan Thailand.
Banyaknya santri di Desa Temboro telah membuat tingkat perekonomian dan kemakmuran hidup warga meningkat.
Aktivitas keseharian pondok telah memberikan lapangan pekerjaan bagi warga desa Kampung Madinah yang ditaksir bisa mencapai puluhan miliaran rupiah setiap bulan.
Warga menjual kebutuhan makan dan pakaian serta menyediakan jasa transportasi dan sewa rumah. Biasanya Kampung Madinah ramai ketika ada pertemuan wali santri.
Pesantren ini didirikan pada tahun 1950 oleh KH. Kholid Umar atau terkenal dengan nama Kyai Mahmud.
Dari segi orientasi dan praktek keagamaannya, pesantren ini menganut sistem pengajaran seperti layaknya pesantren di kalangan Nahdhiyin lainnya di pulau Jawa.
Hanya saja, pesantren Al-Fatah Temboro memadukan antara konsep Tabligh (dakwah) dengan konsep pesantren. Hal inilah yang membedakannya dengan pesantren lainnya.
Ponpes temboro mempunyai galeri peninggalan Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Peninggalan sejarah dan artefak-artefak sejarah islam dunia ini disimpan dalam Galeri Joko Tingkir.
Selain itu, di lingkungan pondok setempat juga terdapat lahan untuk pacuan kuda, tempat unta, dan lapangan memanah.
Pewarta (lf)