Rundeng-Aceh, teropongbarat.co.Dua ribuan hektar (200O)Ha lahan dikecamatan Runding sedang diperebutkan sejumlah pihak antara masyarakat Kota Subulussalam dan Masyarakat Kabupaten Aceh Selatan, hingga membuat terancamnya wilayah Hutan Rawa Singkil. Merambah dan saling mengklem lahan untuk perkebunan Sawit.
Rahmada kepala kampung Lae Mate Kecamatan Runding Kota Subulussalam menceritakan “awalnya dulu batas antara Kampung Lae Mate dengan Gampong Kuta Padang dan kampung Tengoh, berbatasan langsung dengan Hutan Rawa Singkil. Saat ini sejumlah masyarakat dan pengusaha asal Aceh Selatan ingin menguasai lahan sampai ke perkampungan kecamatan Runding. Malah berani memasang Plank tapal batas berjarak 120 meter ke badan jalan kampung Lae Mate.”
Kepala kampung Lae Mate saat dimintai pendapatnya “Desa Lae Mate kecamatan Rundeng kota Subulussalam merupakan kampung TERTUA sejak jaman Belanda. Sempat memang ditinggal masyarakat Lae Mate kecamatan Rundeng, akibat dulu masa Konflik berkepanjangan dan Darurat Militer. Setelah perdamaian Helshingky warga Lae Mate sebahagian sudah kembali dan membuka lahan diderah Lae Mate.
Namun tiba tiba hari ini, saya pemerintah Kampung Lae Mate merasa terkejut adanyanya PLANK TAPAL BATAS antara desa Kuta Padang -Aceh Selatan dengan desa Lae Mate kecamatan Runding Kota Subulussalam.
“Kami melihat adanya Memasang patok dengan jarak 120 meter dari jalan umum di desa Lae Mate. Hingga kepala kampung dan masyarakat merasa keberatan dan mencabut Plank batas yang tanpa koordinasi dan sosialisasi tersebut.”
Rahmada Kepala Kampung Lae Mate meminta dengan TEGAS pada pemerintah terkait, baik itu pemerintah Aceh Selatan maupun Pemko Subulussalam untuk SUDI kiranya menetapkan TAPAL BATAS sebenarnya. Hingga tidak menimbulkan konflik berkepanjangan antara Warga desa Lae Mate, oboh, panglima Sahman, Dah, Mensilan dan desa Kuta Padang begitu juga dengan Gampong tengoh yang merupakan kabupaten Aceh Selatan. Penertiban administrasi masyarakatpun jadi susah.” Pungkasnya.
Ketika kita merunut sejarah Desa lae Mate adalah desa tertua dikecamatan Runding dan sempat ditinggalkan warga semasa Konflik selama 15 tahun. Klem tapal batas ini, menurut kepala kampung Lae Mate dalam pembuatan Plank Tapal Batas itu sepihak dan Saya jelaskan, tanpa ada sosialisasi atau komunikasi pada pemerintah desa Lae Mate maupun pemerintah kecamatan Runding. Maka saya Kepala Kampung Lae Mate menyatakan pemasangan Plank TAPAL BATAS itu tidak SAH, dan melakukan tanpa prosedur, layaknya pembuatan Tapal Batas antar desa, antar kecamatan dan antar Kabupaten Kota” Tegas Rahmada kepala Kampung Lae Mate kecamatan Rundeng Kota Subulussalam yang dikenal dekat dengan masyarakatnya tersebut.
LSM Suara Putra Aceh Kota Subulussalam melalui Pempinanya Anton Tinendung “Pentingnya adanya legalisasi pembentukan TIM pembuatan Tapal Batas, pemahaman tata cara pembuatan TAPAL BATAS harusnya melalui 21 Langkah penetapan tapal batas diantaranya melibatkan Bapeda dan SKPK, badan pertanahan, adanya pengumpulan data dan potensi serta hal hal teknis, orientasi fasilitasi dan adanya partisipatif sejumlah masyarakat. Klem sepihak atas pemasangan Plank Tapal Batas yang dilakukan pemerintah Kampung Kuta Padang Aceh Selatan dapat berindikasi melawan hukum. Bisa bisa menimbulkan perpecahan diantara masyarakat kedua desa tersebut.”
“Dari perebutan lahan Hamparan perkebunan lebih kurang 2000 Hektar ini, Hutan Rawa Singkil yang berada diantara desa dapat terancam MUSNAH akibat keinginan berbagai pihak memperluas areal perkebunan SAWIT RAKYAT maupun pihak pihak yang menginginkan luasan lahan. Kita minta pemerintah Aceh Selatan dan pemerintah Kota Subulussalam bersama Forkopimdanya dapat merumuskan kebijakan Strategisnya menetapkan TAPAL Batas antara Kampung, antara kabupaten kota” jelas Anton Pimpinan LSM Suara Putra Aceh Kota Subulussalam.///M.Lim.