“Ada Apa? Oknum BPN Subulusalam larang wartawan liput musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian pembangunan PLTA Kumbih-3”
Subulussalm, teropongbarat.co. ATR BPN Kota Subulussalam menggelar musyawarah penetapan ganti kerugian pembangunan PLTA Kumbih -3 di ruang rapat kantor Walikota Subulussalam. Hari ini (Senin, 30/10).
Dipemberitaan sebelumnya sejumlah tokoh masyarakat Subulussalam meminta agar Satgas Mafia Tanah yakni unsur Polres dan Kajari Subulussalam agar terlibat dalam banyaknya sengketa lahan di areal Pembangunan PLTA Kombih 3.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat beberapa awak media ingin meliput jalannya musyawarah tersebut oknum ATR-BPN berinisial AFP (Arief P) melarang awak media untuk meliput kegiatan musyawarah tindaklanjuti penyelesaian Ganti rugi atas lahan masyarakat yang terkena dampak pembangunan PLTA Kombih 3 Kota Subulussalm.
Dengan alasan peraturan menteri ATR/BPN Nomor 19 tahun 2021, dimana rapat tersebut dilarang dihadiri selain pihak-pihak yang berhak, dan ditandai dengan mendapatkan undangan rapat.
Jurnalis teropongbarat.co menyampaikan bahwa jurnalis hadir karena kewajiban meliput untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk disajikan ke masyarakat dengan baik, berimbang dan benar, seperti yang diamanatkan Undang-undang Pers No.40 tahun 1999.
Untuk Permen ATR /BPN Nomor 19 tahun 2021 itu sendiri tidak berlaku bagi para jurnalis. Maka patut para insan pers mempertanyakan mengapa, kenapa dan ada apa pihak ATR /BPN Subulussalam melarang media meliput musyawarah penetapan bentuk ganti Kerugian itu.
Oknum ATR /BPN tersebut terindikasi menghalangi Tugas jurnalistik, kerja jurnalis yang diatur dalam UU Pers no 40 tahun 1999, sebagaimana Pasal 18 ayat (1) UU Pers dimana menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian pembangunan PLTA Kumbih-3 bukanlah merupakan giat musyawarah yg mengancam keamanan negara yang tentunya bersifat rahasia dan strategi, sehingga wajar dilarang diketahui publik.Tapi ini kegiatan musyawarah yang menyangkut hak masyarakat, mengapa dilarang diliput langsung. Patut dipertanyakan ada apa ini.? Apakah ada hal – hal rahasia yang menyangkut keamanan kepentingan???
Sementara itu Antoni Tinendung seorang aktivis dan juga pekerja media menanggapi kejadian tersebut mengatakan, karena ketidak transparanan dari ATR BPN maka kegiatan penetapan ganti rugi tanah masyarakat tidak terselesaikan dengan baik dan benar.Intinya BPN tidak mampu menyampaikan nawacita luhur dari pembangunan PLTA Kumbih-3 itu dengan baik dan benar kepada masyarakat.
Masih menurut Anton, maka timbul opini di publik. Ketidaktransparanan BPN Subulussalam dalam pengadaan lahan dan segala mekanismenya, patut diduga ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab mencoba mengambil keuntungan dari kesempatan yang ada ditengah kesempitan masyarakat desa Jontor dan Lae Ikan, cetus salah satu pimpinan organisasi profesi jurnalis itu.
Mukaribbin Pohan, SH.I menanggapi sudah tidak jamannya lagi para Pelayan publik seperti BPN Kota Subulussalam yang diduga menghalang halangi tugas Jurnalistik, saat ini jamannya keterbukaan, Nawa Cita ATR-BPN dari pusat harusnya para pegawai BPN lebih terbuka dalam penyelesaian persoalan persoalan yang menyangkut publik. Sehingga masyarakat tidak salah mengartikan sosialisasi yang sudah diterapkan Badan Pertanahan Nasional Kota Subulussalam. Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional pentingnya mengkaji ulang para pegawai BPN yang ditempatkan di Kota Subulusalam.” Ujar Mukaribbin Pohan, SH.I Aktivis Kota Subulussalam.//Tim.